Senin, 23 Mei 2011

MAKALAH IKAN HIAS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama bisa dilihat dari fungsinya sebagai penyedia bahan baku pendorong agroindustri, peningkatan devisa melalui penyediaan ekspor hasil perikanan, penyedia kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nelayan atau petani ikan dan pembangunan daerah, serta peningkatan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup (Direktorat Jenderal Perikanan 2004).
Perikanan dan kelautan Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi dan termasuk prospek bisnis yang cukup besar, sehingga dapat dijadikan sebagai sektor andalan untuk mengatasi krisis ekonomi (Dahuri, 2000).Trend kegiatan ekspor produk perikanan dan kelautan memacu perusahaan-perusahaan di sektor ini untuk mengoptimalkan salah satu potensi yang menjadi sumberdaya untuk bertahan dan bersaing.
Salah satu bisnis sektor perikanan yang mempunyai potensi cukup besar adalah ikan hias. Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang belakangan ini menjadi komoditas perdagangan yang potensial di dalam maupun di luar negeri. Ikan hias dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara.
Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri untuk menarik minat para pecinta ikan hias (hobiis) dan juga kini banyak para pengusaha ikan konsumsi yang beralih pada usaha ikan hias. Kelebihan dari usaha ikan hias adalah dapat diusahakan dalam skala besar maupun kecil atau skala rumah tangga, sel ain itu perputaran modal pada usaha ini relatif cepat. Keberadaan ikan hias di Indonesia tidak semuanya asli dari Indonesia, sebagian besar adalah ikan yang diimpor kemudian dikembangkan dan hasilnya banyak yang sudah diekspor untuk memeuhi selera para penggemar ikan hias di luar negeri.
Ikan hias bukan merupakan ikan konsumsi manusia, tetapi merupakan ikan untuk pajangan, untuk dilihat keindahan akan warna dan corak yang berbeda dari tiap jenis dan memiliki daya tarik tersendiri. Hal ini menyebabkan ikan hias banyak diminati dan mulai diperdagangkan sebagai komoditas hidup. Prospek bisnis ikan hias Indonesia sangat cerah, karena didukung oleh beberapa faktor seperti jenis ikannya beragam, ketersediaan air yang cukup, lahan serta iklim yang sesuai. Sebagai contoh jenis ikan karang yang ada diperairan laut Indonesia salah satunya adalah ikan botana biru (Acanthurus leucosternon ).

1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1.      Untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa dalam mengenal jenis ikan hias air laut khususnya mengenai ikan hias botana biru (Acanthurus leucosternon ) itu sendiri.
2.      Sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa dalam mengikuti ujian dan mendapatkan nilai pada mata kuliah budidaya ikan hias dan coral.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1             TAKSONOMI IKAN BOTANA BIRU (Acanthurus leucosternon )
Botana biru (Acanthurus leucosternon ) biasa juga disebut surgeons adalah merupakan salah satu jenis ikan hias yang ada di perairan indonesia.
Klasifikasi ilmiah :
Kingdom                          : Animalia
Phylum                             : Chordata
famili                               : Acanthuridae
Genus                               : Acanthurus
Spesies                             : A. leucosternon
Nama dagang                  : Powder blue surgeon
Kelompok                         : Surgeon fish
Daerah penyebaran        : Perairan Indopasifik

2.2   MORFOLOGI IKAN BOTANA BIRU (Acanthurus leucosternon )
Ciri – ciri dari ikan botana biru (Acanthurus leucosternon )adalah sebagai berikut
1.      Kulitnya tebal dengan sisik yang halus
2.      Mempunyai duri tajam yang berbentuk seperti pisau bedah pada tiap sisi dasar sirip ekor
3.      Bentuk badan bulat dengan bagian depan lebih lebar dari bagian belakang
4.      Warna secara umum biru terang
5.      Bagian depan berwarna kehitam – hitaman
6.      Daerah sekitar insang berwarna putih
7.      Warna sirip beragam
8.      Sirip ekor bercagak berwarna hitam belang dan putih
9.      Ukuran maksimum mencapai 20 cm

2.3             HABITAT
     Ikan hias air laut merupakan sekumpulan ikan yang berada di daerah tropis dan kehidupannya berkaitan erat dengan terumbu karang. Ikan-ikan tersebut memanfaatkan terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan hidupnya.
     Ikan botana biru (Acanthurus leucosternon ) hidupnya bergerombol di daerah karang yang dangkal, Hidup pada kedalaman 6 – 10 meter. Membutuhkan cahaya yang cukup. PH 8,1 – 8,4. Temperatur 25° – 27° C. 

2.4   MAKANAN
Ikan botana biru (Acanthurus leucosternon ) termasuk golongan herbivora dengan memakan alga yang menutupi karang . selain itu ikan juga merupakan ikan pendamai, jika dikumpulkan dengan ikan lain tidak mengganggu.

2.5   MANFAAT IKAN HIAS DALAM KOMODITAS PERDAGANGAN
1.      Ikan hias dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara.
2.      Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri untuk menarik minat para pecinta ikan hias (hobiis) dan juga kini banyak para pengusaha ikan konsumsi yang beralih pada usaha ikan hias.
3.      Ikan hias dapat diusahakan dalam skala besar maupun kecil atau skala rumah tangga, sel ain itu perputaran modal pada usaha ini relatif cepat.
4.      Keberadaan ikan hias di Indonesia tidak semuanya asli dari Indonesia, sebagian besar adalah ikan yang diimpor kemudian dikembangkan dan hasilnya banyak yang sudah diekspor untuk memeuhi selera para penggemar ikan hias di luar negeri.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan :
1. Botana biru (Acanthurus leucosternon ) biasa juga disebut surgeons adalah merupakan salah satu jenis ikan hias yang ada di perairan indonesia.
2.  Ikan botana biru (Acanthurus leucosternon ) hidupnya bergerombol di daerah karang yang dangkal, Hidup pada kedalaman 6 – 10 meter. Membutuhkan cahaya yang cukup. PH 8,1 – 8,4. Temperatur 25° – 27° C.  Spesies yang ada  sekitar 65. 
3. Ikan botana biru (Acanthurus leucosternon ) termasuk golongan herbivora dengan memakan alga yang menutupi karang . selain itu ikan juga merupakan ikan pendamai, jika dikumpulkan dengan ikan lain tidak mengganggu.

3.2  SARAN
 Untuk  mengenal jenis –jenis ikan hias air laut maka  sebaiknya para mahasiswa dibawah  langsung  kelapangan sehingga mereka dapat mengenal/ mengetahui  atau mengamati dengan jelas dan  teliti jenis ikan hias yang ada dilingkungn tersebut.


DAFTAR PUSTAKA


























TUGAS
MAKALAH
BUDIDAYA IKAN HIAS DAN CORAL
BOTANA BIRU  (Acanthurus leucosternon )

UNC By Fandy.jpg

OLEH :

NAMA                 : ALUDIN AL  AYUBI
NIM                      : 0804052698

FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERAIRAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2010

KARYA ILMIAH KU

BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting tetapi rentan (vulnerable) terhadap gangguan. Karena rentan terhadap gangguan, wilayah ini mudah berubah baik dalam skala temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai kegiatan seperti industri, perumahan,transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian, pariwisata. Aktivitas manusia dalam menciptakan ruang-ruang terbangun akhirnyasering mengakibatkan masalah di dalam ekosistem pesisir. Batasan kawasanterbangun seperti kota pesisir harus dilakukan. Perkembangan pemukiman, ataufasilitas lain harus dibatasi melalui sistem penataan ruang agar perkembanganruang terbangun dapat terkendali dan arah pengembangan ke arah sepanjang pantai harus di cegah.
Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tinggi namun dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayahpesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat berkelanjutan. Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di kawasan pesisirharus memperhatikan kesesuaian antar kebutuhan (demand) dengan kemampuanlingkungan dalam menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Denganmengacu kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa dating serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang.
Kota Kupang merupakan ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di Wilayah Pesisir Teluk Kupang. Kota Kupang mempunyai luasankawasan pesisir 12.695 Ha dan panjang pesisir 22,7 Km. Kawasan Pesisir Kota Kupang merupakan awal perkembangan dari Kota Kupang. Secara historis perkembangan kawasan pesisir Kota Kupang karena adanya potensi ekonomi. Menurut Soetomo (2005:3) Wilayah pesisir merupakan wilayah human settlement, tempat manusia tinggal, bekerja dengan segala kehidupannya. Pesisir merupakan wilayah yang strategis bagi perkembangan permukiman perkotaan dan pusat desa-desa nelayan, sebagai tempat produksi seperti industri, pusat terminal transportasi laut (pelabuhan).  Kehidupan manusia ini yang menciptakan ruang-ruang terbangun yang akhirnya sering menciptakan masalah di dalam ekosistem pantai.
Aktivitas-aktivitas yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang, sebagian besar didominasi oleh permukiman, perdagangan dan jasa, industri dan pariwisata.Aktivitas-aktivitas perdagangan dan jasa (Kelurahan LLBK dan Kelurahan Solor) yang ada dalam kawasan pesisir Kota Kupang mempunyai permasalahan tersendiri, karena bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan kuno terletak dalam kawasan jalur hijau sempadan pantai yang merupakan kawasan bebas bangunan, dimana keberadaan bangunan tersebut bisa mengancam sumber daya kawasan pesisir, karena bangunan-bangunan tersebut  langsung membelakangi laut, yang berarti semua limbah cair yang dihasilkan langsung dibuang ke laut.
Kegiatan pariwisata yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang, yaitu Pantai Lasiana, Pantai Pasir Panjang, dan Pantai Namosain berdasarkan kondisi alaminya merupakan kawasan pantai yang sangat penting, karena adanya hutan dan daerah resapan air. Kegiatan industri tambak garam di Pantai Oesapa dapat mengancam habitat hutan bakau terluas di sekitar Pantai Oesapa.
Permasalahan pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang antara lain adanya pembangunan di sepanjang pesisir Kota Kupang tanpa memperhatikan sempadan pantai, pola pembangunan yang membelakangi pantai, banyaknya bangunan liar (tidak ber-IMB) sepanjang pesisir pantai yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya, baik dari aspek penataan maupun sanitasi lingkungan, sehingga menimbulkan kesan kumuh di wilayah perairan pesisir seperti  menyebabkan rusaknya ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun serta dapat member dampak gangguan terhadap kehidupan biota yang di dalamnya.
B.        PERMASALAHAN
Meningkatnya pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir yang diakibatkan perkembangan Kota Kupang akan mempengaruhi daya dukung atau kapasitas lingkungan wilayah pesisir serta menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan pesisir sekitar  jika penggunaannya tidak disesuaikan dengan kaidah-kaidah keberlanjutan. Pada saat ini, dampak dari pemanfaatan ruang terbangun kawasan pesisir belum terlalu berpengaruh besar pada kawasan perairan pesisir Kota Kupang namun jika aktivitas tersebut tidak segera dikurangi tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi bagi ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun di lingkungan perairan sekitar.
Berdasar permasalahan pada latar belakang, permasalahan utama yang mendasar adalah belum dipertimbangkan kaidah-kaidah keberlanjutan pada pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang, maka penulis merumuskan suatu pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimanakah dampak pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang terhadap kondisi lingkungan perairan sekitar  serta ekosistem yang ada di dalamnya seperti ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun.?”
C.        TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan karya ilmiah ini adalah :
·      Tujuan
Untuk mengkaji dampak pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang terhadap kondisi lingkungan perairan sekitar dan ekosistem yang ada didalamnya seperti ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang serta ekosistem padang lamun.
·      Manfaat
Sebagai salah satu informasi mengenai kondisi atau keadaan lingkungan perairan sekitar serta keadaan ekosistem yang ada didalamnya. Dalam hal ini mengenai ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem pada lamun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    PENGERTIAN KAWASAN PESISIR
Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang secara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini adalah definisi dari beberapa sumber mengenai wilayah pesisir.
Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) ” The part of the land affected by it’s proximity to the land…any area in which processes depending on the interaction between land and sea are most intense”. Diartikan bahwa daerah pesisir atau zone pesisir adalah daerah intervensi atau daerah transisi yang merupakan bagian daratan yang dipengaruhi oleh kedekatannya dengan daratan, dimana prosesnya bergantung pada interaksi antara daratan dan lautan. Ketchum dalam Kay dan Alder (1999: 2) “ The band of dry land adjancent ocean space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan.
Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et al, dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).
Menurut Suprihayono(2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Pengertian wilayah pesisir menurut Soegiarto (Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat.
Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit.  Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang, batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.
B.     KARATERISTIK KAWASAN PESISIR
1.      Karakteristik Fisik Lingkungan
Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc, 2004) adalah :
a.       Pantai curam singkapan batuan
Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap ke laut lepas dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curm singkapan batu volkanik, terobosan, malihan atau sedimen.

b.      Pantai landai atau dataran
Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau cekungan belakang. Pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen cuaca.
c.       Pantai dataran endapan lumpur
Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir dalam ditandai dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di perairan bila di hulu mengalami erosi. Progradasi pantai atau pembentukan delta sangat lazim. Kompaksi sedimen diiringi penurunan permukaan tanah, sementara air tanah tawar sulit ditemukan.
d.      Pantai dengan bukit atau paparan pasir
Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir.
e.       Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar.
Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah muara kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk garis lurus dan panjang pantai berpasir.
f.       Pantai dataran tebing karang.
Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Terjalnya tebing pantai dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang tumbuh, demikian halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu tumbuh di lapukan batuan, terutama di kawasan dengan curah hujan memadai.
g.      Pantai erosi
Jenis pantai seperti ini terdapat dibeberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat.
h.      Pantai akresi
Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari jumlah yang kemudian dierosi oleh laut. Akresi pantai oleh sedimen halus sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai penguat endapan baru dari erosi atau longsor.
2.      KARAKTERISTIK EKOSISITEM PESISIR
Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU No.4/1982 dan UU No. 5/1990.
a.       Ekosistem Mangrove/ Komunitas Hutan Bakau
        Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove  yang merupakan komunitas pantai tropis.  Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir.  Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama.  Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.  Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.  Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil).  Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.
        Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi.  Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas (Bengen, 1999) .  Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.  Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus).  Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut.  Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove.
        Komponen dasar rantai makanan di ekosistem mangrove adalah serasah yang berasal dari daun ranting, buah, dan batang mangrove.  Serasah ini sebagian besar didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae, maupun mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesa.  Sebagian serasah tadi dimanfaatkan oleh udang, ikan, dsb. sebagai makanan (dalam bentuk partikel –detritus).
        Pohon mangrove mempunyai karajter yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.  Ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya.  Selain juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata.
        Pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan memberikan kontribusi tinggi bagi tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, secara langsung (misalnya penebangan, konversi lahan) dan tidak langsung (misalnya pencemaran akibat limbah padat dan cair, serta tumpahan minyak).
b.      Ekosistem Padang Lamun
        Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) .  Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut.  Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain.  Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.  Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor”: bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah.  Keaneka ragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi.  Sejumlah invertebrata:  moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting).
        Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang.  sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat.  Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh.  Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang.  Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat.  Sejumlah organisme yang tumbuh pada daun-daun lamun juga membantu proses sedimentasi ini, yang selanjutnya dapat menjaga kualitas ekosistem di sekitarnya yang rentan terhadap sedimentasi.
        Ancaman terberat yang dihadapi ekosistem padang lamun adalah pembuangan limbah dan air panas industri dan domestik.  Eutrofikasi dan sedimentasi juga menjadi ancaman yang besar bagi padang lamun yang dapat menyebabkan layunya padang lamun akibat cendawan lumpur (Myxomycetes).  Gangguan fisik seperti reklamasi, pembangunan tambak memberikan pengaruh negatif bagi eksistensi ekosistem padang lamun.      
c.       Ekosistem Terumbu Karang
          Wilayah ekosistem terumbu karang mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef), goba (laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang.  Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal.  Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi.
        Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keaneka ragaman hayatinya.  Berdasarkan data yang dikumpulkan selama Ekspedisi Snelius II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350 spesies karang keras yang termasuk ke dalam 75 genera.  Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya.  Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa larvanya.  Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut.  Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.
        Pembukaan lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, pariwisata, dan transporatsi laut yang serampangan  merupakan ancaman terbesar bagi kondisi terumbu karang Indonesia.  Ancaman ini telah menunjukan gejala yang mengkhawatirkan sehingga kondisi terumbu karang yang masih baik hanya tinggal 7% saja.
C.    PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PESISIR
Penggunaan lahan dalam arti ruang merupakan cerminan dari produk aktivitas ekonomi masyarakat serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti pertumbuhan penduduk (jumlah dan distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi, jenis tanah, dan iklim
(Skole dan Tucker dalam Rais, 2004: 157). Key dan Alder (1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa fungsi yaitu :
1.      Eksploitasi Sumber daya (perikanan, hutan, gas dan minyak serta pertambangan).
Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah eksploitasi primer dalam sektor perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi perikanan serta industry budidaya air. Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah minyak dan pertambangan.
2.      Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai, pelabuhan laut, pertahanan, dan program perlindungan garis pantai)
Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi : Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas yang mendukung untuk operasional dari sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan dan jembatan serta instalasi pertahanan.
3.      Pariwisata dan Rekreasi
Berkembangnya pariwisata merupakan sumber potensial bagi pendapatan negara karena potensi pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung sehingga dalam pengembangannya memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara langsung berdampak pada penggunaan lahan.
4.      Konservasi alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam.
Hanya sedikit sumber daya alam di pesisir yang dikembangkan untuk melindungi kawasan pesisir tersebut (Konservasi area sedikit).
Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan di kawasan pesisir menurut Dahuri et al (2001: 122) adalah
a.       Pembangunan kawasan permukiman.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan fasilitas tempat tinggal. Namun pengembangan kawasan permukiman dilakukan hanyamdengan mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya pengembangan kawasan permukiman ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga.
b.      Kegiatan Industri
Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primary based industri menuju secondary based industri dan tertiary based industri, menyediakan kawasan industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi dan pembuangan limbah dan transportasi  untuk produksi maupun bahan baku.
Kawasan industri haruslah mempunyai luas yang cukup dan diletakan pada zone yang sesuai untuk menghindari lingkungan sekeliling menjadi buruk. Manajemen bertanggung jawab seterusnya untuk menjaga hubungan yang sesuai antara kawasan industri dengan masyarakat sekeliling dan sekaligus melindungi investasi yang telah dibuat (Hartshorn Truman A, 1980: 390). Dengan makin majunya industrialisasi, maka pengaruh sampingnya (side effect) makin dirasakan; ada yang langsung, seperti pencemaran air, udara dan ada pula yang tak langsung, seperti banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan yang tidak berencana. Gejala ini mendorong pemikiran mengenai industrialisasi dalam konteks yang lebih luas yang mencakup juga pemeliharaan lingkungan (Djojodipuro, 1992: 199).
c.       Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari
Hal ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.
d.      Konversi hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunya fungsi ekologis hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.
                  Menurut Suprijanto (2008: 295), fungsi kawasan kota pantai adalah sebagai berikut :
1.      Kawasan komersial (perdagangan);
2.      Kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup;
3.      Kawasan peninggalan bersejarah;
4.      Kawasan permukiman;
5.      Kawasan wisata (rekreasi);
6.      Kawasan pelabuhan dan transportasi;
7.      Kawasan pertahanan keamanan

1.      Perubahan Keseimbangan
Perubahan keseimbangan yang menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya pesisir sebagian besar disebabkan oleh tekanan yang ditimbulkan oleh manusia, utamanya oleh pertumbuhan populasi di wilayah pesisir.  Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan sumberdaya pesisir meningkat.  Beberapa contoh adalah pembangunan infrastuktur, transportasi, serta konsumsi hasil sumberdaya pesisir, baik secara ruang, maupun secara material. 
Di samping kebutuhan konsumsi, limbah produk dan kegiatan juga menimbulkan perubahan keseimbangan di wilayah pesisir.  Pencemaran perairan pesisir dapat menurunkan secara drastis produksi perikanan. Perubahan keseimbangan ini akan menimbulkan perubahan alokasi sumberdaya bagi seluruh stakeholders yang ada di wilayah pesisir.  Dengan demikian, perubahan ini akan mempengaruhi kondisi masalah, tujuan pengelolaan, kapasitas produksi, konstituensi, serta institusi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.

2.      Masalah Yang Ditimbulkan

a.       Konflik Lokasi Dan Alokasi

Kegiatan pembangunan wilayah pesisir dapat mempengaruhi ekologi wilayah pesisir serta fungsi dan proses dari pesisir dan laut serta sumberdayanya.  Pembangunan industri di wilayah pesisir dapat menurunkan produktivitas lahan basah dengan menambahkan pencemar seperti logam berat, serta mengubah pola sirkulasi air dan suhu.  Kegiatan akuakultur seringkali mengalih-fungsikan mangrove menjadi tambak, menyebabkan terganggunya fungsi dan proses yang ada di sistem mangrove, seperti fungsi daerah penyangga bagi badai pesisir dan abrasi, serta sebagai nursery bagi banyak hidupan yang laut yang ekonomis.

Konflik yang sering terjadi di wilayah pesisir dan berkaitan dengan sumberdayanya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

·         Konflik di antara pengguna yang mengenai pemanfaatan daerah pesisir dan laut tertentu, misalnaya:

1.      Kompetisi terhadap ruang dan sumberdaya pesisir dan laut

2.      Dampak negatif dari suatu kegiatan pemanfaatan terhadap kegiatan yang lain

3.      Dampak negatif terhadap ekosistem.

·         Konflik di antara lembaga pemerintah yang melaksanakan program yang berkaitan dengan pesisir dan laut.

Konflik antar lembaga sering kali disebabkan oleh ketidak jelasan mandat hukum dan misi yang berbeda, perbedaan kapasitas, perbedaan pendukung atau konstituensi, serta kurangnya komunikasi dan informasi.

b.      Peningkatan Pencemaran

Kegiatan manusia di wilayah pesisir telah menimbulkan perubahan yang mengarah pada peningkatan pencemaran.  Melalui badan-badan air bahan pencemar mencapai wilayah pesisir dan berakibat pada turunnya produktivitas habitat.  Selain itu, pencemaran pesisir juga membahayakan kesehatan penduduk di wilayah pesisir.  Sebagai gambaran, pencemaran mercury di Teluk Jakarta telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.  Pencemaran pesisir juga mengancam industri yang berbasiskan air seperti akuaculture, perikanan, dan pariwisata.

c.       Penurunan Kualitas Dan Kuantitas Sumberdaya

Pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berorientasi pada produksi tanpa memperhatikan proses dan siklus perubahan dalam sumberdaya wilayah pesisir dan laut menyebabkan siklus pemulihan yang dimiliki oleh sumberdaya pesisir terganggu.  Orientasi pada output produksi juga telah menyebabkan rusaknya habitat dalam ekosistem pesisir.  Hal ini kemudian menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya wilayah pesisir. 

Over-fishing telah menurunkan hasil tangkap dan dengan demikian menurunkan penghasilan dari perikanan.  Sekitar 80% terumbu karang di wilayah timur Indonesia telah rusak karena perikanan dengan cara yang merusak.  Hasil penelitian Pet-Soede et al. (1999), menunjukan bahwa kerugian ekonomi akibat pemboman ikan setelah 20 tahun dapat mencapai US$ 306,800 per kilometer persegi.  Angka ini mencerminkan biaya bagi masyarakat, dimana biaya ini adalah empat kali lebih besar dari manfaat total (total benefit) kegiatan ini.

 
BAB III
METODE PENULISAN

A.       WAKTU DAN TEMPAT
Penulisan karya ilmiah
B.        ALAT DAN BAHAN
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah berupa:
1.      Kamera digital
2.      Bolpoin
3.      Buku tulis
4.      Buku-buku  sumber
C.        PENGUMPULAN DATA
1.      Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penulisan karya ilmiah ini adalah melalui Observasi lapangan yang manfaatnya adalah agar penulis akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, memperoleh pengalaman langsung, melihat hal-hal yang kurang atau tidak di amati orang lain, menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dan di luar persepsi responden dan tidak hanya mengumpulkan daya yang kaya tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi social yang diteliti (Sugiyono, 2005: 68). Pengamatan langsung dilapangan  ini ditujukan untuk mengamati dan mendokumentasikan kondisi eksisting kawasan pesisir Kota Kupang dari segi pemanfaatan ruang terbangunnya dan kondisi lingkungan perairan perairan sekitar serta kondisi ekosistem yang ada di dalamnya seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun .
2.      Data Sekunder
Pengumpulan data skunder dalam pembuatan karya ilmiah ini adalah diperoleh dari buku-buku sumber yang berhubungan dengan pengelolaan wilayah pesisisr dan ada juga diperoleh dari internet..


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    GAMBARAN UMUM WILAYAH PESISIR KOTA KUPANG
1.   Luas Wilayah
Lingkup wilayah geografis dari pengamatan  ini berada pada wilayah pesisir Teluk Kupang. Wilayah pesisir Teluk Kupang terletak antara 9°91’LS-123°23’BTdan 1040 LS-12333 BT yang mencakup wilayah administratif Kota Kupang. Secara administrasi kawasan pesisir Kota Kupang ini terletak di dua kecamatan dan 15 kelurahan, dengan luas wilayah 12.695 ha. Panjang garis pantai 22,7 Km.
2.   Topografi
Secara topografi, merupakan pertemuan antara darat dan air, dataran landai, serta sering terjadi erosi, abrasi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan badan perairan. Topografi tanah dapat dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu :
·         Daerah perbukitan dengan kemiringan dataran 20-60 % (di darat);
·         Daerah relatif datar/kemiringan 0-2% (di darat, termasuk daerah pasang surut);
·         Daerah rawa atau di atas air;
Untuk kawasan pesisir Teluk Kupang secara topografi pada umumnya mempunyai topografi yang datar bergelombang dengan kelerengan berkisar antara 3-15 %.C. Hidrologi Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi, terdapat tekanan air laut terhadap air tanah, serta merupakan daerah retensi sehingga run-off air rendah. Berdasarkan pasang surutnya air laut, maka kawasan Pesisir Kota Kupang dikatakan mempunyai tipe pasang surut tunggal, dengan tinggi muka air pada suhu rata-rata berkisar antara 1-3 meter. Kawasan Pesisir Kota Kupang ini juga mempunyai salinitas yang cukup tinggi, terutama pada musim kemarau. Hal ini diindikasikan dengan adanya air tanah dalam yang menjadi payau.
3.   Geologi
Secara Geologi, sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lunak, serta rawan bencana tsunami. Secara garis besar, keadaan geologi kawasan pesisir Kota Kupang mempunyai tipe batuan kompleks bobonaro, formasi noele, satuan batuan gamping koral dan satuan endapan alluvial.
4.   Klimatologi
Keadaan iklim di kawasan pesisir tidak beda dengan keadaan iklim Kota Kupang secara umum yang mempunyai iklim panas, lembab dan berangin serta secara klimatologi dibagi menjadi 2 musim yaitu musim basah dan kering. Untuk musim basah berada pada bulan November sampai dengan Maret, suhu udara 20,16°C sampai denngan 31°C. sedangkan musim kering sekitar bulan April sampai dengan Oktober dengan suhu udara 29,1°C sampai dengan 33,4°C.
B.     PEMANFAATAN RUANG TERBANGUN DI KAWASAN PESISIR KOTA KUPANG
1.   Status Kepemilikan Lahan di Kawasan Pesisir
Status lahan di kawasan pesisir hampir sebagian lahan adalah milik masyarakat, hanya sebagian kecil lahan milik negara diantaranya Taman Kota dan terminal Kota Kupang di Kelurahan Lai Lai Bissi Kopan, tempat parkir di area pertokoan LLBK, kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di Kelurahan Fatubesi, taman kota dan restoran Teluk Kupang di Kelurahan Pasir Panjang, dan pantai wisata bahari di Kelurahan Lasiana (laporan tahunan kelurahan-kelurahan pesisir mengenai data tanah dan bangunan milik pemerintah, 2007).
2.   Kondisi Bangunan dan Kondisi Permukiman
Kondisi permukiman di sempadan pantai hampir seluruhnya mempunyai kondisi buruk dengan jenis konstruksi jenis semi permanen dan permanen yang tersebar di seluruh kelurahan yaitu Kelurahan Oesapa, Kelapa Lima, Pasir Panjang, Fatubesi, Tode Kisar dan Namosain. Sedangkan untuk kondisi sedang dan baik terdapat pada lapisan kedua dari arah pantai menuju jalur jalan utama.
C.    ANALISIS PENGEMBANGAN PEMANFAATAN RUANG TERBANGUN DI KAWASAN PESISIR KOTA KUPANG
1.      Analisis Fisik Kawasan Pesisir Kota Kupang
Dikaitkan dengan kondisi fisik pesisir Kota Kupang maka, batasan wilayah survey kearah daratan dari garis pantai sampai pada batas jaringan jalan utama. Alasan memakai batasan ruang lingkup tersebut karena pemanfaatan ruang terbangun pada daerah tersebut sangat mungkin terjadinya resiko pencemaran yang dapat mengganggu kelestarian kawasan pesisir. Batasan ke arah laut mengacu pada PP No 25 tahun 2000, dimana pengelolaan sejauh 4 mil adalah kewenangan kabupaten/kota. Analisis fisik kawasan pesisir Kota Kupang akan menghasilkan karakteristik fisik kawasan pesisir Kota Kupang.
2.       Analisis Karakteristik Fisik Pantai
Pemanfaatan ruang terbangun yang meningkat tajam menyebabkan diabaikannya kapasitas daya dukung lingkungan maupun sifat asli dari kawasan pantai, demikian halnya gejala alam yang sebetulnya memang sudah lazim terjadi, dapat berdampak negatif sebagai ancaman bencana. Setiap upaya mengembangkan kawasan pesisir, haruslah mengenali potensi sumberdaya maupun daya dukung lingkungan (Karakteristik pantai) serta gejala alam disekitarnya. Karakteristik pantai di kawasan pesisir Kota Kupang, yaitu :
a.       Pantai landai/ dataran
Pantai landai atau dataran di kawasan pesisir Kota Kupang umumnya terkena abrasi secara alami dan akibat mangrove yang mulai berkurang. Aktivitas pada pantai landai yaitu aktivitas pemukiman, wisata, perdagangan. Aktivitas yang dapat dikembangakan pada pantai landai di luar sempadan pantai adalah pemukiman dan perdagangan, sedangkan di sempadan pantai adalah wisata bahari.
b.      Pantai Reklamasi
Reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan (Faiq, 2007. 31 juli 2008, Griya Maya Faiq).
Aktivitas pada area reklamasi pesisir Kota Kupang adalah aktivitas pelabuhan umum (kawasan Pelabuhan Tenau) dan aktivitas perikanan (Pelabuhan Perikanan Tenau dan PPI Oeba) . Pada kawasan Pelabuhan Tenau perairannya cukup tenang karena terlindung dari Pulau Semau. Oleh karena itu pengembangan pada kawasan ini dapat dilakukan. Pada pelabuhan rakyat di Teluk Namosain berpotensi untuk dikembangan dengan reklamasi (karena space pantainya sempit) untuk penempatan sarana prasarana pendukung aktivitas perikanan. Reklamasi dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat dari pantai di Teluk Namosain karena pantainya rusak terkena abrasi yang terjadi secara alami. Pengembangan dengan cara reklamasi pada pelabuhan rakyat di Teluk Namosain, harus dilakukan dengan perhitungan dan perencanaan yang matang sehingga ruang baru dapat menyatu dengan lingkungan pesisir disekelilingnya.
c.       Pantai dataran Endapan Lumpur :
Pantai dataran endapan lumpur di kawasan pesisir Kota Kupang berada di kawasan mangrove (Kelurahan Oesapa), pantai ini bermuara dua buah sungai. Aktivitas yang ada pada kawasan pantai tersebut yaitu aktivitas tambak garam yang mengkonversi kawasan mangrove. Dari karektiristik pantai, maka yang dapat dikembangkan adalah mangrove, karena mangrove memerlukan pesisir landai dengan substrat lumpur atau sediment halus, serta dekat muara sungai agar tersedia cukup air tawar.
d.      Pantai dataran Tebing Karang :
Pantai dataran tebing karang ada hampir sepanjang kawasan pesisir Kota Kupang. Pemanfaatan ruang pada pantai ini yaitu RTH, pemukiman, perdagangan, dan hotel. Aktivitas yang dapat dikembangkan yaitu pemukiman dengan menata kondisi lingkungan dengan penyediaan sarana dan prasarana pemukiman yang memenuhi syarat.
3.      Analisis Topografi Kawasan Pesisir
Secara fisik, kawasan pesisir Kota Kupang memiliki topografi datar dan bergelombang dengan tingkat kemiringan antara 3-15%. Topografi kawasan pesisir Kota Kupang dapat digolongkan menjadi 3 yaitu pantai dataran tinggi dan berbukit batu, pantai dataran berpasir dan pantai dataran berlumpur. Analisis topografi kawasan pesisir Kota Kupang dapat dilihat pada Tabel

Zona
Pemanfaatan
Topografi
Pengembangan
Kawasan Pelabuhan
Tenau (Kelurahan Alak)
Dataran hasil reklamasi. Reklamasi pada kawasan pelabuhan tidak membawa dampak bagi pantai sekitarnya karena merupakan daerah pantai tebing karang. Perairan pada pelabuhan ini cukup tenang tidak dipengaruhi oleh gelombang karena didepannya ada Pulau Semau.
pengembangannnya dapat dilakukan dengan reklamasi. Pengambangan hanya diperuntukan bagi kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan pelabuhan (perkantoran, pergudangan dan jasa).
Kawasan pemukiman
(Kelurahan Namosain, Nunbaun Sabu, Nunhila, Fatufeto, Solor, Tode Kisar, Fatubesi, Pasir Panjang, Kelapa Lima, Oesapa,
Dataran berpasir dan dataran tebing karang, kondisi eksisting kawasan pemukiman pada kawasan pesisir merupakan pemukiman padat dan tidak teratur serta kawasan pemukiman padat teratur.
Pemukiman pada topografi dataran berpasir yang masuk sempadan pantai direlokasi karena space pantai yang sempit dan sering abrasi (Kelurahan namosain, Nunbaun Sabu, Pasir Panjang). Pengembangan kawasan pemukiman di luar sempadan pantai pada topografi dataran, pengembangannya di lakukan dengan menata kondisi lingkungan dengan penyediaan sarana dan prasarana pemukiman yang memenuhi syarat.
Kawasan pelabuhan
Rakyat (Kelurahan Nunbaun Sabu)
Dataran berpasir, kondisi eksisting terdapat pelabuhan rakyat namun sudah tidak layak pakai. Berada pada Teluk Namosain
Pengembangannya dilakukan dengan cara reklamasi (untuk menempatkan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas nelayan), Karena space pantai yang sempit, juga dibatasi dengan jaringan jalan nasional dan sering terkena abrasi.






Pertahanan dan keamanan (Kelurahan Fatufeto)
Dataran tebing karang dengan ketinggian laut kearah daratan berkisar 60 meter, jadi pantai ini relative aman terhadap abrasi dan gelombang pasang.
Kawasan pertahanan dan keamanan dalam kawasan pesisir Kelurahan Fatufeto yaitu pangkalan TNI AD tetap dipertahankan. Untuk mencegah pencemaran maka disediakan sarana persampahan.
Kawasan Perdagangan
(Kelurahan Lai Lai Besi Kopan dan Solor)
Dataran berpasir dan dataran tebing karang 3 meter dari permukaan laut. Kawasan perdagangan merupakan kawasan kota lama. Kawasan ini mempunyai potensi ekonomi
Untuk pengembangannya dapat dilakukan dengan revitalisasi. untuk pengembangan baru tidak dimungkinkan karena space pantai yang sempit dan merupakan jalur hijau sempadan pantai.
Kawasan Hotel dan Restoran
Dataran berpasir (Kelurahan Pasir Panjang) dan dataran tebing karang 3 m dari permukaan laut (Kelurahan Tode Kisar).
Untuk pengembangan hotel dan restoran tidak memungkinkan karena akan menyebabkan tercemarnya lingkungan pesisir akibat limbah yang di hasilkan hotel dan restoran. Oleh karena itu harus ada pengawasan terhadap pembuangan limbah.
Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (Kelurahan Fatubesi)
Dataran reklamasi. Pengembangan PPI (Pusat Pelelangan Ikan) Oeba juga sangat cocok karena berdekatan dengan pasar Oeba.
Pengembangan infrastruktur yang mendukung kegiatan pengolahan hasilhasil perikanan dan kegiatan pemasaran hasil-hasil perikanan
Kawasan hutan mangrove (Kelurahan Oesapa)
Dataran endapan pasir bercampur lumpur. Kondisi mangrove sangat memprihatinkan karena pada umumnya telah kritis. Potensi mangrove sebagai peredam gelombang, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
Rehabilitasi mangrove yang melibatkan masyarakat pesisir.











Kawasan tambak garam tradisional (Kelurahan
Oesapa
Dataran endapan pasir bercampur lumpur. Kegiatan industri garam
tradisional merusak habitat bakau disekitarnya.
Mengembangkan tambak industry garam yang berwawasan lingkungan
yaitu membangun tempat pengolahan limbah untuk kegiatan ekstraksi garam
agar limbah yang dihasilkan diolah dahulu sebelum dialirkan ke kawasan hutan bakau.
Kawasan pemukiman Nelayan (Kelurahan Oesapa)
Dataran pantai berpasir Permukiman nelayan pantai di Kelurahan Oesapa
letaknya di kawasan daratan pantai, tumbuh cenderung mengikuti tepian pantai sehingga terbentuk pemukiman linear di sepanjang pantai. Jika pertumbuhan tidak terkendali, maka kelestraian tepian akan terancam akibat limbah aktifitas pemukiman dan lain-lain.
Untuk pemukiman nelayan perlu ditata dan disediakan fasilitas yang mendukung kegiatan nelayan.
Kawasan wisata bahari)
(Kelurahan Lasiana)
Topografi merupakan pantai dataran berpasir. Sehingga berpotensi untuk
pengembangan wsata bahari
Membangun, merehabilitasi, memelihara dan mengembangkan sarana dan prasarana yang mendukung pariwisata bahari
Tabel 1: Topografi Kawasan Pesisir Kota Kupang
4.      Analisis Estetika Lingkungan
Umumnya letak garis pantai kawasan pesisir Kota Kupang, hanya beberapa meter dari aktivitas masyarakat seperti pemukiman, pasar, terminal, jalan raya dan sebagainya.  Dari hasil survey menyangkut kondisi lingkungan di kawasan pesisir Kota Kupang menunjukan kondisi lingkungan rusak akibat abrasi dan tumpukan sampah.
Abrasi merupakan proses erosi yang diikuti oleh longsoran (runtuhan) pada material yang massif seperti tebing pantai/sungai (Suprijanto: 292). Pada kawasan pesisir Kota Kupang erosi/abrasi, pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami. Erosi/abrasi yang kuat ditemui di beberapa garis pantai di kawasan pesisir Kota Kupang khususnya di kawasan pemukiman pesisir (Kelurahan Namosain, Nunbaun Sabu, Nunbaun Delha, Pasir Panjang, Oesapa dan Lasiana). Di kawasan wisata pantai Lasiana erosi/abrasi terjadi pada daerah aliran sungai dan muara menyebabkan kondisi garis pantai tertimbun oleh Lumpur. Untuk mengatasi abrasi pada kawasan ini penanaman hutan bakau dan pelestarian terumbu karang. dan pembangunan pengaman pantai di daerah-daerah yang belum ada pengaman pantainya (Kelurahan Namosain, Nunbaun Sabu, Pasir Panjang, Tode Kisar dan Oesapa). Walaupun penanaman hutan bakau dan pelestarian terumbu karang memerlukan waktu yang cukup lama, namun usaha untuk tetap menjaga kondisi daerah pesisir sebagai sistem penyangga hidup (life support system) terus berjalan.
Salah satu masalah yang juga mempengaruhi estetika lingkungan yaitu sampah di kawasan pesisir yang memerlukan perhatian sungguh-sungguh, karena berkaitan erat dengan lingkungan kawasan pesisir dan juga kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi masalah sampah ini maka kesadaran dari masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan sekitarnya sangat diperlukan. Dan selanjutnya dapat di atasi dengan adanya TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara),  pemilihan lokasi penempatan TPS juga tidak menimbulkan gangguan terhadaplingkungan sekitarnya.
5.      Analisis Keberadaan Ekosistem
Tiga ekosistem di kawasan pesisir Kota Kupang antara lain ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Kondisi ekosistem tersebut berpengaruh pada nilai daya dukung lingkungan untuk menunjang berbagai usaha dan/ atau kegiatan yang dilakukan di wilayah pesisir. Analisis keberadaan ekosisitem pesisir Kota Kupang dapat dilihat pada Tabel

No
Ekosistem
Pesisir
Kondisi Ekosistem Pesisir
Kota Kupang
Pengembangan
1
Terumbu Karang
(Kelurahan Fatufeto, Tode
Kisar, Pasir
Panjang)
Tingginya aktivitas dari nelayan tradisional yang seringkali membuang jangkar perahu, penangkapan ikan menggunakan bom dan racun sianida untuk cepat memperoleh hasil tangkapan, cara penangkapan demikian dianggap lebih ekonomis bagi nelayan tradisonal. Hal lain yang mempengaruhi kerusakan terumbu karang yaitu limbah minyak dari kapalkapal yang bersandar pada pelabuhan dankapal-kapal nelayan serta prosesedimentasi.
Terumbu karang fungsinya sebagai tempat pemijahan beraneka ragam ikan, bahan
konstruksi bangunan,m pembuatan kapur, pelindung pantai dari degradasi dan abrasi, sebagai obyek wisata dan sarana pendidikan dan penelitian (Widowati, Pembangunan Sumber Daya Ekosistem Pesisir, 2005:  Rehabilitasi terumbu karang melalui kegiatan transplantasi
sebagai upaya pengembanganmterumbu karang
2
Mangrove
(Kelurahan
Oesapa).
Kerusakan habitat mangrove disebabkan oleh kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya mangrove secara tidak bijaksana, seperti pemanfaatan kayu mangrove, konversi lahan mangrove menjadi tambak garam tradisional dan tumpahan minyak dari perahu-perahu nelayan. Pencemaran minyak dapat menyebabkan kematian pohon mangrove akibat terlapisnya pneumatofora olah lapisan
minyak (Berwick dalam Dahuri, 2001: 203
Tumbuhan bakau yang berkembang dengan baik akan memberikan fungsi dan
keuntungan yang besar, baik untuk
mendukung sumberdaya perikanan laut dan budidaya, memberi pasokan bahan
bangunan dan produk lain, maupun untuk melindungi pantai dari ancaman erosi, abrasi, perangkap sedimen dan memperlambat kecepatan arus (Supriharyono, 2007: 52). Rehabilitasi mangrove dengan perbaikan ekosistem mangrove yang berbasis masyarakat.




3
Rumput Laut Kelurahan Alak dan Pasir Panjang)
Keberadaan rumput laut dapat ditemukan di Kelurahan Alak dan Pasir Panjang itupun sedikit jumlahnya. Pemanfaatan padang lamun sebagai potensi sumber daya pulih di Kota Kupang belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Padahal padang lamun memiliki fungsi dan peranan yang dapat mendukung perekonomian masyarakat pesisir.
Rumput laut berfungsi sebagai pelindung pantai dari gelombang, filter alami yang manjaga kualitas perairan supaya tetap jernih, dan daerah asuhan bagi ikan-ikanmkecil (Supriharyono, 2007: 79). Untuk pengembangan rumput laut pada kawasan pesisir Kota Kupang dapat dilakukan dengan kajian lokasi yang cocok untukbudidaya rumput laut.
Tabel 2 : Keberadaan Ekosistem Di Kawasan Pesisir Kota Kupang

Untuk mengantisipasi rawan bencana diperlukan sikap peduli lingkungan dari masyarakat pesisir dengan mempertimbangkan aspek ekologi yaitu melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan.

BAB V
PENEUTUP

A.       KESIMPULAN
Dengan melihat hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kondisi lingkungan di kawasan pesisir Kota Kupang menunjukan kondisi lingkungan rusak akibat abrasi dan tumpukan sampah. Pada kawasan pesisir Kota Kupang erosi/abrasi, pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami. Erosi/abrasi yang kuat ditemui di beberapa garis pantai di kawasan pesisir Kota Kupang khususnya di kawasan pemukiman pesisir (Kelurahan Namosain, Nunbaun Sabu, Nunbaun Delha, Pasir Panjang, Oesapa dan Lasiana). Di kawasan wisata pantai Lasiana erosi/abrasi terjadi pada daerah aliran sungai dan muara menyebabkan kondisi garis pantai tertimbun oleh Lumpur, sehingga memberikan dampak buruk terhadap kondisi ekosistem lingkungan yang ada di perairan sekitar, seperti ekosistem hutan mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang.
2.      Rusaknya terumbu karang di perairan kota kupang juga disebabkan oleh aktivitas dari nelayan tradisional yang seringkali membuang jangkar perahu, penangkapan ikan menggunakan bom dan racun sianida untuk cepat memperoleh hasil tangkapan
3.      Kerusakan habitat mangrove di perairan pesisir kota kupang disebabkan oleh kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya mangrove secara tidak bijaksana, seperti pemanfaatan kayu mangrove, konversi lahan mangrove menjadi tambak garam tradisional dan tumpahan minyak dari perahu-perahu nelayan.
4.      Pemanfaatan padang lamun sebagai potensi sumber daya pulih di Kota Kupang belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Padahal padang lamun memiliki fungsi dan peranan yang dapat mendukung perekonomian masyarakat pesisir.





B.        SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat disarankan bahwa :
1.      Harus Adanya aturan/kebijakan pemerintah kota untuk masing-masing tipe pemanfaatan di kawasan pesisir Kota Kupang, seperti kawasan permukiman; kawasan rekreasi; dan lain-lain.
2.      Mengefektivitas aparat pemerintah daerah yang bersangkutan sebagai koordinator perencanaan dan pembangunan daerah umumnya dan daerah pantai khususnya secara terpadu dan menyeluruh.
3.      Perlunya pengendalian kepemilikan tanah di daerah pantai dengan dilandasi oleh peraturan-peraturan tanah yang berlaku saat ini.
4.      Perlu ditingkatkan pengawasan dan pengendalian transaksi jual beli tanah di kawasan pesisir dengan melandaskan kepada peraturan perundangan pertanahan yang berlaku.
5.      Perlunya pengembangan peraturan perundang-undangan pembangunan lahan didaerah pantai.

DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, Eko. 1997. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta : Penerbit Andi offset.
Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Dahuri, Rokhmin dan Iwan Nugroho. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Pustaka LP3ES.
Dahuri. et al. 2001. Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : Pt Pradnya Paramita.
Damaledo, Andrey Y. 2003. Studi Arahan Penataan Kawasan Sempadan Pantai Teluk Kupang di Kota Kupang-NTT . Jurnal ASPI volume 3.
Hantoro, wahyoe. 2004. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan Kawasan Kota Pantai.
http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc. Di akses tanggal 23 September 2008.
Rais, Jacub. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta : Penerbit PT Pradnya Paramita.
Hadi, Sudharto P. 2005. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Laut Kota Kupang 2009