Sabtu, 04 Juni 2011

KARYA ILMIAH

 DAMPAK PEMANFAATAN RUANG TERBANGUN DI KAWASAN PESISIR KOTA KUPANG TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN SEKITAR  SERTA EKOSISTEM PADANG LAMUN, TERUMBU KARANG DAN HUTAN MANGROVE DI DALAMNYA
 
 
 OLEH:
ALUDIN AL AYUBI 
NIM : 0804052698

BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting tetapi rentan (vulnerable) terhadap gangguan. Karena rentan terhadap gangguan, wilayah ini mudah berubah baik dalam skala temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai kegiatan seperti industri, perumahan,transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian, pariwisata. Aktivitas manusia dalam menciptakan ruang-ruang terbangun akhirnyasering mengakibatkan masalah di dalam ekosistem pesisir. Batasan kawasanterbangun seperti kota pesisir harus dilakukan. Perkembangan pemukiman, ataufasilitas lain harus dibatasi melalui sistem penataan ruang agar perkembanganruang terbangun dapat terkendali dan arah pengembangan ke arah sepanjang pantai harus di cegah.
Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tinggi namun dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayahpesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat berkelanjutan. Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di kawasan pesisirharus memperhatikan kesesuaian antar kebutuhan (demand) dengan kemampuanlingkungan dalam menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Denganmengacu kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa dating serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang.
Kota Kupang merupakan ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di Wilayah Pesisir Teluk Kupang. Kota Kupang mempunyai luasankawasan pesisir 12.695 Ha dan panjang pesisir 22,7 Km. Kawasan Pesisir Kota Kupang merupakan awal perkembangan dari Kota Kupang. Secara historis perkembangan kawasan pesisir Kota Kupang karena adanya potensi ekonomi. Menurut Soetomo (2005:3) Wilayah pesisir merupakan wilayah human settlement, tempat manusia tinggal, bekerja dengan segala kehidupannya. Pesisir merupakan wilayah yang strategis bagi perkembangan permukiman perkotaan dan pusat desa-desa nelayan, sebagai tempat produksi seperti industri, pusat terminal transportasi laut (pelabuhan).  Kehidupan manusia ini yang menciptakan ruang-ruang terbangun yang akhirnya sering menciptakan masalah di dalam ekosistem pantai.
Aktivitas-aktivitas yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang, sebagian besar didominasi oleh permukiman, perdagangan dan jasa, industri dan pariwisata.Aktivitas-aktivitas perdagangan dan jasa (Kelurahan LLBK dan Kelurahan Solor) yang ada dalam kawasan pesisir Kota Kupang mempunyai permasalahan tersendiri, karena bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan kuno terletak dalam kawasan jalur hijau sempadan pantai yang merupakan kawasan bebas bangunan, dimana keberadaan bangunan tersebut bisa mengancam sumber daya kawasan pesisir, karena bangunan-bangunan tersebut  langsung membelakangi laut, yang berarti semua limbah cair yang dihasilkan langsung dibuang ke laut.
Kegiatan pariwisata yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang, yaitu Pantai Lasiana, Pantai Pasir Panjang, dan Pantai Namosain berdasarkan kondisi alaminya merupakan kawasan pantai yang sangat penting, karena adanya hutan dan daerah resapan air. Kegiatan industri tambak garam di Pantai Oesapa dapat mengancam habitat hutan bakau terluas di sekitar Pantai Oesapa.
Permasalahan pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang antara lain adanya pembangunan di sepanjang pesisir Kota Kupang tanpa memperhatikan sempadan pantai, pola pembangunan yang membelakangi pantai, banyaknya bangunan liar (tidak ber-IMB) sepanjang pesisir pantai yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya, baik dari aspek penataan maupun sanitasi lingkungan, sehingga menimbulkan kesan kumuh di wilayah perairan pesisir seperti  menyebabkan rusaknya ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun serta dapat member dampak gangguan terhadap kehidupan biota yang di dalamnya.
B.        PERMASALAHAN
Meningkatnya pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir yang diakibatkan perkembangan Kota Kupang akan mempengaruhi daya dukung atau kapasitas lingkungan wilayah pesisir serta menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan pesisir sekitar  jika penggunaannya tidak disesuaikan dengan kaidah-kaidah keberlanjutan. Pada saat ini, dampak dari pemanfaatan ruang terbangun kawasan pesisir belum terlalu berpengaruh besar pada kawasan perairan pesisir Kota Kupang namun jika aktivitas tersebut tidak segera dikurangi tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi bagi ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun di lingkungan perairan sekitar.
Berdasar permasalahan pada latar belakang, permasalahan utama yang mendasar adalah belum dipertimbangkan kaidah-kaidah keberlanjutan pada pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang, maka penulis merumuskan suatu pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimanakah dampak pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang terhadap kondisi lingkungan perairan sekitar  serta ekosistem yang ada di dalamnya seperti ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun.?”
C.        TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan karya ilmiah ini adalah :
·      Tujuan
Untuk mengkaji dampak pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang terhadap kondisi lingkungan perairan sekitar dan ekosistem yang ada didalamnya seperti ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang serta ekosistem padang lamun.
·      Manfaat
Sebagai salah satu informasi mengenai kondisi atau keadaan lingkungan perairan sekitar serta keadaan ekosistem yang ada didalamnya. Dalam hal ini mengenai ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem pada lamun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    PENGERTIAN KAWASAN PESISIR
Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang secara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini adalah definisi dari beberapa sumber mengenai wilayah pesisir.
Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) ” The part of the land affected by it’s proximity to the land…any area in which processes depending on the interaction between land and sea are most intense”. Diartikan bahwa daerah pesisir atau zone pesisir adalah daerah intervensi atau daerah transisi yang merupakan bagian daratan yang dipengaruhi oleh kedekatannya dengan daratan, dimana prosesnya bergantung pada interaksi antara daratan dan lautan. Ketchum dalam Kay dan Alder (1999: 2) “ The band of dry land adjancent ocean space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan.
Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et al, dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).
Menurut Suprihayono(2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Pengertian wilayah pesisir menurut Soegiarto (Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat.
Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit.  Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang, batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.
B.     KARATERISTIK KAWASAN PESISIR
1.      Karakteristik Fisik Lingkungan
Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc, 2004) adalah :
a.       Pantai curam singkapan batuan
Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap ke laut lepas dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curm singkapan batu volkanik, terobosan, malihan atau sedimen.
b.      Pantai landai atau dataran
Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau cekungan belakang. Pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen cuaca.
c.       Pantai dataran endapan lumpur
Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir dalam ditandai dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di perairan bila di hulu mengalami erosi. Progradasi pantai atau pembentukan delta sangat lazim. Kompaksi sedimen diiringi penurunan permukaan tanah, sementara air tanah tawar sulit ditemukan.
d.      Pantai dengan bukit atau paparan pasir
Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir.
e.       Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar.
Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah muara kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk garis lurus dan panjang pantai berpasir.
f.       Pantai dataran tebing karang.
Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Terjalnya tebing pantai dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang tumbuh, demikian halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu tumbuh di lapukan batuan, terutama di kawasan dengan curah hujan memadai.
g.      Pantai erosi
Jenis pantai seperti ini terdapat dibeberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat.
h.      Pantai akresi
Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari jumlah yang kemudian dierosi oleh laut. Akresi pantai oleh sedimen halus sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai penguat endapan baru dari erosi atau longsor.
2.      KARAKTERISTIK EKOSISITEM PESISIR
Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU No.4/1982 dan UU No. 5/1990.
a.       Ekosistem Mangrove/ Komunitas Hutan Bakau
        Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove  yang merupakan komunitas pantai tropis.  Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir.  Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama.  Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.  Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.  Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil).  Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.
        Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi.  Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas (Bengen, 1999) .  Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.  Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus).  Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut.  Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove.
        Komponen dasar rantai makanan di ekosistem mangrove adalah serasah yang berasal dari daun ranting, buah, dan batang mangrove.  Serasah ini sebagian besar didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae, maupun mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesa.  Sebagian serasah tadi dimanfaatkan oleh udang, ikan, dsb. sebagai makanan (dalam bentuk partikel –detritus).
        Pohon mangrove mempunyai karajter yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.  Ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya.  Selain juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata.
        Pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan memberikan kontribusi tinggi bagi tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, secara langsung (misalnya penebangan, konversi lahan) dan tidak langsung (misalnya pencemaran akibat limbah padat dan cair, serta tumpahan minyak).
b.      Ekosistem Padang Lamun
        Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) .  Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut.  Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain.  Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.  Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor”: bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah.  Keaneka ragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi.  Sejumlah invertebrata:  moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting).
        Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang.  sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat.  Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh.  Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang.  Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat.  Sejumlah organisme yang tumbuh pada daun-daun lamun juga membantu proses sedimentasi ini, yang selanjutnya dapat menjaga kualitas ekosistem di sekitarnya yang rentan terhadap sedimentasi.
        Ancaman terberat yang dihadapi ekosistem padang lamun adalah pembuangan limbah dan air panas industri dan domestik.  Eutrofikasi dan sedimentasi juga menjadi ancaman yang besar bagi padang lamun yang dapat menyebabkan layunya padang lamun akibat cendawan lumpur (Myxomycetes).  Gangguan fisik seperti reklamasi, pembangunan tambak memberikan pengaruh negatif bagi eksistensi ekosistem padang lamun.      
c.       Ekosistem Terumbu Karang
          Wilayah ekosistem terumbu karang mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef), goba (laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang.  Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal.  Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi.
        Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keaneka ragaman hayatinya.  Berdasarkan data yang dikumpulkan selama Ekspedisi Snelius II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350 spesies karang keras yang termasuk ke dalam 75 genera.  Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya.  Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa larvanya.  Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut.  Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.
        Pembukaan lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, pariwisata, dan transporatsi laut yang serampangan  merupakan ancaman terbesar bagi kondisi terumbu karang Indonesia.  Ancaman ini telah menunjukan gejala yang mengkhawatirkan sehingga kondisi terumbu karang yang masih baik hanya tinggal 7% saja.
C.    PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PESISIR
Penggunaan lahan dalam arti ruang merupakan cerminan dari produk aktivitas ekonomi masyarakat serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti pertumbuhan penduduk (jumlah dan distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi, jenis tanah, dan iklim
(Skole dan Tucker dalam Rais, 2004: 157). Key dan Alder (1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa fungsi yaitu :
1.      Eksploitasi Sumber daya (perikanan, hutan, gas dan minyak serta pertambangan).
Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah eksploitasi primer dalam sektor perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi perikanan serta industry budidaya air. Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah minyak dan pertambangan.
2.      Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai, pelabuhan laut, pertahanan, dan program perlindungan garis pantai)
Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi : Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas yang mendukung untuk operasional dari sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan dan jembatan serta instalasi pertahanan.
3.      Pariwisata dan Rekreasi
Berkembangnya pariwisata merupakan sumber potensial bagi pendapatan negara karena potensi pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung sehingga dalam pengembangannya memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara langsung berdampak pada penggunaan lahan.
4.      Konservasi alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam.
Hanya sedikit sumber daya alam di pesisir yang dikembangkan untuk melindungi kawasan pesisir tersebut (Konservasi area sedikit).
Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan di kawasan pesisir menurut Dahuri et al (2001: 122) adalah
a.       Pembangunan kawasan permukiman.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan fasilitas tempat tinggal. Namun pengembangan kawasan permukiman dilakukan hanyamdengan mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya pengembangan kawasan permukiman ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga.
b.      Kegiatan Industri
Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primary based industri menuju secondary based industri dan tertiary based industri, menyediakan kawasan industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi dan pembuangan limbah dan transportasi  untuk produksi maupun bahan baku.
Kawasan industri haruslah mempunyai luas yang cukup dan diletakan pada zone yang sesuai untuk menghindari lingkungan sekeliling menjadi buruk. Manajemen bertanggung jawab seterusnya untuk menjaga hubungan yang sesuai antara kawasan industri dengan masyarakat sekeliling dan sekaligus melindungi investasi yang telah dibuat (Hartshorn Truman A, 1980: 390). Dengan makin majunya industrialisasi, maka pengaruh sampingnya (side effect) makin dirasakan; ada yang langsung, seperti pencemaran air, udara dan ada pula yang tak langsung, seperti banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan yang tidak berencana. Gejala ini mendorong pemikiran mengenai industrialisasi dalam konteks yang lebih luas yang mencakup juga pemeliharaan lingkungan (Djojodipuro, 1992: 199).
c.       Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari
Hal ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.
d.      Konversi hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunya fungsi ekologis hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.
                  Menurut Suprijanto (2008: 295), fungsi kawasan kota pantai adalah sebagai berikut :
1.      Kawasan komersial (perdagangan);
2.      Kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup;
3.      Kawasan peninggalan bersejarah;
4.      Kawasan permukiman;
5.      Kawasan wisata (rekreasi);
6.      Kawasan pelabuhan dan transportasi;
7.      Kawasan pertahanan keamanan
1.      Perubahan Keseimbangan
Perubahan keseimbangan yang menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya pesisir sebagian besar disebabkan oleh tekanan yang ditimbulkan oleh manusia, utamanya oleh pertumbuhan populasi di wilayah pesisir.  Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan sumberdaya pesisir meningkat.  Beberapa contoh adalah pembangunan infrastuktur, transportasi, serta konsumsi hasil sumberdaya pesisir, baik secara ruang, maupun secara material. 
Di samping kebutuhan konsumsi, limbah produk dan kegiatan juga menimbulkan perubahan keseimbangan di wilayah pesisir.  Pencemaran perairan pesisir dapat menurunkan secara drastis produksi perikanan. Perubahan keseimbangan ini akan menimbulkan perubahan alokasi sumberdaya bagi seluruh stakeholders yang ada di wilayah pesisir.  Dengan demikian, perubahan ini akan mempengaruhi kondisi masalah, tujuan pengelolaan, kapasitas produksi, konstituensi, serta institusi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.

2.      Masalah Yang Ditimbulkan

a.       Konflik Lokasi Dan Alokasi

Kegiatan pembangunan wilayah pesisir dapat mempengaruhi ekologi wilayah pesisir serta fungsi dan proses dari pesisir dan laut serta sumberdayanya.  Pembangunan industri di wilayah pesisir dapat menurunkan produktivitas lahan basah dengan menambahkan pencemar seperti logam berat, serta mengubah pola sirkulasi air dan suhu.  Kegiatan akuakultur seringkali mengalih-fungsikan mangrove menjadi tambak, menyebabkan terganggunya fungsi dan proses yang ada di sistem mangrove, seperti fungsi daerah penyangga bagi badai pesisir dan abrasi, serta sebagai nursery bagi banyak hidupan yang laut yang ekonomis.

Konflik yang sering terjadi di wilayah pesisir dan berkaitan dengan sumberdayanya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

·         Konflik di antara pengguna yang mengenai pemanfaatan daerah pesisir dan laut tertentu, misalnaya:

1.      Kompetisi terhadap ruang dan sumberdaya pesisir dan laut

2.      Dampak negatif dari suatu kegiatan pemanfaatan terhadap kegiatan yang lain

3.      Dampak negatif terhadap ekosistem.

·         Konflik di antara lembaga pemerintah yang melaksanakan program yang berkaitan dengan pesisir dan laut.

Konflik antar lembaga sering kali disebabkan oleh ketidak jelasan mandat hukum dan misi yang berbeda, perbedaan kapasitas, perbedaan pendukung atau konstituensi, serta kurangnya komunikasi dan informasi.

b.      Peningkatan Pencemaran

Kegiatan manusia di wilayah pesisir telah menimbulkan perubahan yang mengarah pada peningkatan pencemaran.  Melalui badan-badan air bahan pencemar mencapai wilayah pesisir dan berakibat pada turunnya produktivitas habitat.  Selain itu, pencemaran pesisir juga membahayakan kesehatan penduduk di wilayah pesisir.  Sebagai gambaran, pencemaran mercury di Teluk Jakarta telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.  Pencemaran pesisir juga mengancam industri yang berbasiskan air seperti akuaculture, perikanan, dan pariwisata.

c.       Penurunan Kualitas Dan Kuantitas Sumberdaya

Pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berorientasi pada produksi tanpa memperhatikan proses dan siklus perubahan dalam sumberdaya wilayah pesisir dan laut menyebabkan siklus pemulihan yang dimiliki oleh sumberdaya pesisir terganggu.  Orientasi pada output produksi juga telah menyebabkan rusaknya habitat dalam ekosistem pesisir.  Hal ini kemudian menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya wilayah pesisir. 

Over-fishing telah menurunkan hasil tangkap dan dengan demikian menurunkan penghasilan dari perikanan.  Sekitar 80% terumbu karang di wilayah timur Indonesia telah rusak karena perikanan dengan cara yang merusak.  Hasil penelitian Pet-Soede et al. (1999), menunjukan bahwa kerugian ekonomi akibat pemboman ikan setelah 20 tahun dapat mencapai US$ 306,800 per kilometer persegi.  Angka ini mencerminkan biaya bagi masyarakat, dimana biaya ini adalah empat kali lebih besar dari manfaat total (total benefit) kegiatan ini.

 
BAB III
METODE PENULISAN

A.       WAKTU DAN TEMPAT
Penulisan karya ilmiah
B.        ALAT DAN BAHAN
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah berupa:
1.      Kamera digital
2.      Bolpoin
3.      Buku tulis
4.      Buku-buku  sumber
C.        PENGUMPULAN DATA
1.      Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penulisan karya ilmiah ini adalah melalui Observasi lapangan yang manfaatnya adalah agar penulis akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, memperoleh pengalaman langsung, melihat hal-hal yang kurang atau tidak di amati orang lain, menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dan di luar persepsi responden dan tidak hanya mengumpulkan daya yang kaya tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi social yang diteliti (Sugiyono, 2005: 68). Pengamatan langsung dilapangan  ini ditujukan untuk mengamati dan mendokumentasikan kondisi eksisting kawasan pesisir Kota Kupang dari segi pemanfaatan ruang terbangunnya dan kondisi lingkungan perairan perairan sekitar serta kondisi ekosistem yang ada di dalamnya seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun .
2.      Data Sekunder
Pengumpulan data skunder dalam pembuatan karya ilmiah ini adalah diperoleh dari buku-buku sumber yang berhubungan dengan pengelolaan wilayah pesisisr dan ada juga diperoleh dari internet..


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    GAMBARAN UMUM WILAYAH PESISIR KOTA KUPANG
1.   Luas Wilayah
Lingkup wilayah geografis dari pengamatan  ini berada pada wilayah pesisir Teluk Kupang. Wilayah pesisir Teluk Kupang terletak antara 9°91’LS-123°23’BTdan 1040 LS-12333 BT yang mencakup wilayah administratif Kota Kupang. Secara administrasi kawasan pesisir Kota Kupang ini terletak di dua kecamatan dan 15 kelurahan, dengan luas wilayah 12.695 ha. Panjang garis pantai 22,7 Km.
2.   Topografi
Secara topografi, merupakan pertemuan antara darat dan air, dataran landai, serta sering terjadi erosi, abrasi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan badan perairan. Topografi tanah dapat dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu :
·         Daerah perbukitan dengan kemiringan dataran 20-60 % (di darat);
·         Daerah relatif datar/kemiringan 0-2% (di darat, termasuk daerah pasang surut);
·         Daerah rawa atau di atas air;
Untuk kawasan pesisir Teluk Kupang secara topografi pada umumnya mempunyai topografi yang datar bergelombang dengan kelerengan berkisar antara 3-15 %.C. Hidrologi Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi, terdapat tekanan air laut terhadap air tanah, serta merupakan daerah retensi sehingga run-off air rendah. Berdasarkan pasang surutnya air laut, maka kawasan Pesisir Kota Kupang dikatakan mempunyai tipe pasang surut tunggal, dengan tinggi muka air pada suhu rata-rata berkisar antara 1-3 meter. Kawasan Pesisir Kota Kupang ini juga mempunyai salinitas yang cukup tinggi, terutama pada musim kemarau. Hal ini diindikasikan dengan adanya air tanah dalam yang menjadi payau.
3.   Geologi
Secara Geologi, sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lunak, serta rawan bencana tsunami. Secara garis besar, keadaan geologi kawasan pesisir Kota Kupang mempunyai tipe batuan kompleks bobonaro, formasi noele, satuan batuan gamping koral dan satuan endapan alluvial.
4.   Klimatologi
Keadaan iklim di kawasan pesisir tidak beda dengan keadaan iklim Kota Kupang secara umum yang mempunyai iklim panas, lembab dan berangin serta secara klimatologi dibagi menjadi 2 musim yaitu musim basah dan kering. Untuk musim basah berada pada bulan November sampai dengan Maret, suhu udara 20,16°C sampai denngan 31°C. sedangkan musim kering sekitar bulan April sampai dengan Oktober dengan suhu udara 29,1°C sampai dengan 33,4°C.
B.     PEMANFAATAN RUANG TERBANGUN DI KAWASAN PESISIR KOTA KUPANG
1.   Status Kepemilikan Lahan di Kawasan Pesisir
Status lahan di kawasan pesisir hampir sebagian lahan adalah milik masyarakat, hanya sebagian kecil lahan milik negara diantaranya Taman Kota dan terminal Kota Kupang di Kelurahan Lai Lai Bissi Kopan, tempat parkir di area pertokoan LLBK, kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di Kelurahan Fatubesi, taman kota dan restoran Teluk Kupang di Kelurahan Pasir Panjang, dan pantai wisata bahari di Kelurahan Lasiana (laporan tahunan kelurahan-kelurahan pesisir mengenai data tanah dan bangunan milik pemerintah, 2007).
2.   Kondisi Bangunan dan Kondisi Permukiman
Kondisi permukiman di sempadan pantai hampir seluruhnya mempunyai kondisi buruk dengan jenis konstruksi jenis semi permanen dan permanen yang tersebar di seluruh kelurahan yaitu Kelurahan Oesapa, Kelapa Lima, Pasir Panjang, Fatubesi, Tode Kisar dan Namosain. Sedangkan untuk kondisi sedang dan baik terdapat pada lapisan kedua dari arah pantai menuju jalur jalan utama.
C.    ANALISIS PENGEMBANGAN PEMANFAATAN RUANG TERBANGUN DI KAWASAN PESISIR KOTA KUPANG
1.      Analisis Fisik Kawasan Pesisir Kota Kupang
Dikaitkan dengan kondisi fisik pesisir Kota Kupang maka, batasan wilayah survey kearah daratan dari garis pantai sampai pada batas jaringan jalan utama. Alasan memakai batasan ruang lingkup tersebut karena pemanfaatan ruang terbangun pada daerah tersebut sangat mungkin terjadinya resiko pencemaran yang dapat mengganggu kelestarian kawasan pesisir. Batasan ke arah laut mengacu pada PP No 25 tahun 2000, dimana pengelolaan sejauh 4 mil adalah kewenangan kabupaten/kota. Analisis fisik kawasan pesisir Kota Kupang akan menghasilkan karakteristik fisik kawasan pesisir Kota Kupang.
2.       Analisis Karakteristik Fisik Pantai
Pemanfaatan ruang terbangun yang meningkat tajam menyebabkan diabaikannya kapasitas daya dukung lingkungan maupun sifat asli dari kawasan pantai, demikian halnya gejala alam yang sebetulnya memang sudah lazim terjadi, dapat berdampak negatif sebagai ancaman bencana. Setiap upaya mengembangkan kawasan pesisir, haruslah mengenali potensi sumberdaya maupun daya dukung lingkungan (Karakteristik pantai) serta gejala alam disekitarnya. Karakteristik pantai di kawasan pesisir Kota Kupang, yaitu :
a.       Pantai landai/ dataran
Pantai landai atau dataran di kawasan pesisir Kota Kupang umumnya terkena abrasi secara alami dan akibat mangrove yang mulai berkurang. Aktivitas pada pantai landai yaitu aktivitas pemukiman, wisata, perdagangan. Aktivitas yang dapat dikembangakan pada pantai landai di luar sempadan pantai adalah pemukiman dan perdagangan, sedangkan di sempadan pantai adalah wisata bahari.
b.      Pantai Reklamasi
Reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan (Faiq, 2007. 31 juli 2008, Griya Maya Faiq).
Aktivitas pada area reklamasi pesisir Kota Kupang adalah aktivitas pelabuhan umum (kawasan Pelabuhan Tenau) dan aktivitas perikanan (Pelabuhan Perikanan Tenau dan PPI Oeba) . Pada kawasan Pelabuhan Tenau perairannya cukup tenang karena terlindung dari Pulau Semau. Oleh karena itu pengembangan pada kawasan ini dapat dilakukan. Pada pelabuhan rakyat di Teluk Namosain berpotensi untuk dikembangan dengan reklamasi (karena space pantainya sempit) untuk penempatan sarana prasarana pendukung aktivitas perikanan. Reklamasi dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat dari pantai di Teluk Namosain karena pantainya rusak terkena abrasi yang terjadi secara alami. Pengembangan dengan cara reklamasi pada pelabuhan rakyat di Teluk Namosain, harus dilakukan dengan perhitungan dan perencanaan yang matang sehingga ruang baru dapat menyatu dengan lingkungan pesisir disekelilingnya.
c.       Pantai dataran Endapan Lumpur :
Pantai dataran endapan lumpur di kawasan pesisir Kota Kupang berada di kawasan mangrove (Kelurahan Oesapa), pantai ini bermuara dua buah sungai. Aktivitas yang ada pada kawasan pantai tersebut yaitu aktivitas tambak garam yang mengkonversi kawasan mangrove. Dari karektiristik pantai, maka yang dapat dikembang{an adalah mangrove, karena mangrove memerlukan pesisir landai dengan substrat lumpur atau sediment halus, serta dekat muara sungai agar tersedia cukup air tawar.
d.      Pantai dataran Tebing Karang :
Pantai dataran tebing karang ada hampir sepanjang kawasan pesisir Kota Kupang. Pemanfaatan ruang pada pantai ini yaitu RTH, pemukiman, perdagangan, dan hotel. Aktivitas yang dapat dikembangkan yaitu pemukiman dengan menata kondisi lingkungan dengan penyediaan sarana dan prasarana pemukiman yang memenuhi syarat.
3.      Analisis Topografi Kawasan Pesisir
Secara fisik, kawasan pesisir Kota Kupang memiliki topografi datar dan bergelombang dengan tingkat kemiringan antara 3-15%. Topografi kawasan pesisir Kota Kupang dapat digolongkan menjadi 3 yaitu pantai dataran tinggi dan berbukit batu, pantai dataran berpasir dan pantai dataran berlumpur. Analisis topografi kawasan pesisir Kota Kupang dapat dilihat pada Tabel